Kemajuan dalam berbagai bidang ilmu dan kehidupan manusia membawa akibat
adanya perjumpaan yg makin intensif antar kelompok2 manusia. pergesekan antar
budaya lokal satu dengan yg lain tak terhindarkan. dalam kaitan dengan
keyakinan agama, apalagi ditambah dengan faktor keyakinan agama yg punya
kecenderungan bersifat mutlak, pergesekan itu dapat menjadi benturan yg
mengakibatkan pemecahbelahan dan perusakan kehidupan bersama.
Ada fenomena menarik dalam hubungan antar umat beragama, yg terkondisi dalam
hubungan mayoritas-minoritas. dari sejarah dan pengalaman konkrit kehidupan
ini, kita dapat melihat gejala sikap superior, agresif, dan ‘mau menang
sendiri’ dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. biasanya kelompok
minoritas punya kecenderungan untuk lebih bersifat terbuka dan mau toleran,
walau itu mungkin demi kelangsungan hidupnya di tengah mayoritas yg ‘agresif ‘
itu. gejala semacam itu juga tampak dalam hubungan antar umat beragama, di mana
yg satu menjadi mayoritas dalam kehidupan bersama dan yg lain menjadi
minoritas. kelompok mayoritas hampir selalu membawa sikap superior. dan sikap
itu jelas merusakkan kehidupan bersama. jika kelompok minoritas itu bersikap
eksklusif, punya fanatisme tinggi, dan militan, bisa kita bayangkan
kekacauan dalam kehidupan bersama yg akan terjadi. peristiwa sehari2 di Barat
dan Timur, terutama yg berkaitan dengan perjumpaan antar umat beragama,
menunjukkan kebenaran hal ini : kelompok mayoritas ( Kristen di Barat, Hindu di
India, Islam di banyak negara Islam, dll. ) pada umumnya menunjukkan gejala
superioritasnya, sedang kelompok agama minoritas ( apapun agama itu ) hampir
selalu menunjukkan sikapnya yg lebih sehat, positif, terbuka, dan toleran.
Gejala hubungan mayoritas-minoritas di atas menunjukkan bahwa faktor ajaran
agama bukanlah penyebab utama masalah benturan antar umat beragama, atau bahkan
dapat dikatakan bahwa benturan itu tidak berkaitan dengan masalah keagamaan.
perbedaan yang ada tidak harus menghasilkan benturan yg berakibat
pemecahbelahan atau perusakan kehidupan bersama. faktor mayoritas ( faktor
orangnya, yg merasa diri berjumlah dan berkekuatan besar ) itulah yg menjadi
penyebab utama benturan yg merusak !! jadi benturan itu hanya gejala sosiologis
biasa : kelompok mayoritas selalu mau menang dan cenderung sewenang2. pada
banyak kasus alasan keagamaan ( klaim kebenaran ) hanya ‘alat bantu’ untuk
membenarkan ‘naluri’ mayoritasnya (band. kelompok umat dari agama yg sama, saat
ia menjadi minoritas, bersikap positif, terbuka, dan toleran - klaim kebenaran
mereka tidak merusakkan kehidupan bersama ; selain itu gejala ‘mencampur aduk’
dua macam benturan - yg berciri keagamaan dan berciri ke-ras/suku-an - seperti
yg sering terjadi di Indonesia, menunjukkan bahwa alasan keagamaan bukanlah
alasan yg sesungguhnya ! ). tentu ada pengecualiannya : pada kelompok
fundamentalis, apalagi yg ekstrim, alasan keagamaan dapat menjadi alasan utama
( dan tentunya tidak mencampur-adukkannya dengan benturan yg berciri
ke-ras/suku/budaya-an). sekali lagi, gejala benturan mayoritas-minoritas antar
umat beragama ini lebih bersifat sosiologis, seperti yg juga terjadi dalam
hubungan mayoritas-minoritas di luar kelompok2 keagamaan. jika masalah
keagamaan ada dalam benturan itu, maka masalah itu hanya bersifat sampingan (
atau bahkan merupakan penyalahgunaan agama untuk maksud2 yg tidak bersifat
keagamaan).
Sabtu, 15 Desember 2012
Konflik: Perspektif Mayoritas-Minoritas
21.18
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar